“Ayooo Kuliahh..!!”
Awalnya iseng saja. Seorang teman di kantor, awal Juni 2022 lalu, ngajak saya melanjutkan kuliah S3. Agar tidak memberatkan untuk pembayaran biaya kuliahnya, dia juga menawarkan peluang untuk memperoleh beasiswa. Wow menarik sekali bukan? Bisa lanjut kuliah dan mendapat beasiswa! Maka saya dan 5 orang teman di kantor pun sepakat untuk beramai-ramai ambil S3. Ayoo kuliahh!!
Menjelang proses pendaftaran, awal Juli 2022, satu per satu teman mulai bergururan. Ada yang tugas ke luar negeri sehingga mengabaikan niat melanjutkan kuliah. Ada juga yang mendadak “males mikir” sehingga akhirnya mengurungkan ambil S3. Lha saya? Karena kadung membulatkan tekad untuk lanjut kuliah, maka saya pantang untuk menyerah.
Mendaftarlah saya ke Program Studi Doktor Pengkajian Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan konsentrasi Ilmu Politik. Kenapa Ilmu Politik? Tujuannya hanya satu saja: agar linear dengan ijazah S2 saya sehingga tidak perlu mengikuti matrikulasi yang pastinya memakan biaya. Maka saya pun mendaftar melalui aplikasi pendaftaran secara daring.
Setelah melakukan pendaftaran secara online dan membayar biaya pendaftaran dan proses seleksi, saya mulai merasa gentar saat melihat jadwal seleksinya. Di situ tertera: 1). Test TOEFL atau ujian Bahasa Inggris; 2). Test TOAFL atau ujian Bahasa Arab; 3). Tes Potensi Akademik (TPA); 4). Wawancara proposal Disertasi, tes membaca Bahasa Inggris, tes membaca Bahasa Arab, wawasan ke-Islam-an dan wawasan akademik. Waduh!
Batin saya, apakah saya bisa lolos dari ujian yang begitu berat? Tes bahasa Inggris mungkin tidak terlampau mencemaskan karena S1 saya adalah Sastra Inggris. Lha Bahasa Arab? Meskipun saya pernah bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Cijerah Bandung dan pernah belajar Bahasa Arab pada waktu itu, tapi sudah lama sekali. Dan saya terbiasa membaca teks Arab yang ada harakatnya. Kalau test TOAFL? Itu tulisan Arab gundul!
Maka menjelang test TOAFL, yang dilakukan secara daring melalui breakout room di aplikasi zoom meeting, perasaan saya mulai bercampur-aduk antara tegang dan bingung. Tegang karena gentar, sudah takut sebelum ujian. Bingung? Ya bingung karena memang soal-soalnya sulit untuk dipahami akibat tulisan yang tertera adalah Arab gundul dan bukan tulisan Arab layaknya tulisan Al-Qur’an.
Setelah melalui serangkaian tes, mulai dari test TOEFL, test TOAFL, TPA, sampai tes wawancara, saya merasa pesimis bahkan hopeless karena merasa tidak mampu menyelesaian ujian Bahasa Arab, baik saat test TOAFL maupun tes membaca tulisan Arab pada sesi wawancara. Untung istri saya acap menenangkan, “Sudahlah, gak keterima juga gak apa-apa orang awalnya iseng.”
Dan pada hari pengumuman hasil seleksi, 22 Juli 2022, ketegangan semakin memuncak. Rupanya bukan hanya saya yang tegang, para peserta seleksi lainnya pun sama. Buktinya di group WA maupun Telegram yang berisi para calon mahasiswa baru UIN itu gaduhnya bukan main. Mereka mengaku HHC alias harap-harap cemas. Ada yang minta admin segera mengumumkan hasil seleksi, dan ada juga yang minta semuanya diloloskan hehe..
Tepat Pukul 16.00 WIB, pengumuman itu ditayangkan melalui aplikasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UIN. Untuk mengetahui hasil seleksinya, ada petunjuk untuk memasukkan No Tes Peserta dan tanggal lahir. Saya pun dengan diiringi degupan jantung yang semakin kencang mengikuti petunjuknya. Dan.. “Ya Allah, saya lulus!” saya langsung berteriak sambil mengucap syukur.
Karena penasaran saya bolak-balik membaca lagi teks pengumuman tadi. “Selamat! Anda LULUS pada Program Studi DOKTOR PENGKAJIAN ISLAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Ternyata benar-benar lulus. “Alhamdulillah!” gumam saya berkali-kali.
Mulailah saya memberi tahu keluarga. Pertama, saya kasih tahu istri dulu, ternyata dia senang dan bangga. Dia pun mengucapkan selamat. Kemudian saya kasih tahu anak-anak: reaksinya anak yang sulung langsung mengucapkan selamat tetapi anak yang bontot diam saja. Mungkin dia belum mengerti.
Saya pun mem-posting tangkapan layar hasil seleksi itu ke group WA keluarga. Responnya macam-macam. Tapi nadanya sama: ikut senang dan mengucapkan selamat sekaligus memberikan semangat. Ada juga yang tidak menyangka, karena bagaimana mungkin saya yang dulu sekolahnya biasa-biasa saja, tidak menonjol atau berprestasi, tetapi bisa kuliah sampai S3. Subhanallah, mungkin ini yang namanya blessing in disguise.
Nah, karena sudah di-share di WAG keluarga, kakak saya tiba-tiba posting pengumuman hasil seleksi itu di group WA eks-wartawan GALA/Galamedia Bandung—tempat saya dulu bekerja sebagai wartawan. Kebetulan saya dan kakak saya ini sama-sama eks-wartawan di GALA. Maka riuhlah ucapan selamat, yang sama sekali tidak saya duga. Ada perasaan malu dan tidak enak hati, tapi yang namanya diselamati ya saya harus menjawab terima kasih.
Dan, yang menjadi pertanyaan sekarang setelah lulus seleksi adalah bagaimana program beasiswanya? Rupanya kawan yang ngajak kuliah S3 dan memberikan peluang beasiswa itu, alih-alih ikut mendaftar malah memilih mundur alias tidak ikut daftar. Lha bagaimana bisa dia memberikan info beasiswa orang daftar saja tidak?! Ya sudah, lupakanlah sudah kawan itu.
Padahal, terus terang saja, untuk membayar kuliah S3 dengan biaya sendiri itu beratnya minta ampun. Saat ini anak saya yang sulung juga sedang kuliah S1 di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sudah pasti biayanya lumayan banyak. Artinya kalau ditambah lagi dengan biaya kuliah S3 saya, maka tentu saja pengeluaran untuk bayar kuliah akan semakin besar.
Tapi, dalam hati, saya ingin mengambil kesempatan ini untuk menyelesaikan S3 saya tanpa mengurangi tanggung jawab saya untuk membiayai kuliah S1 anak saya. Dan satu kalimat dari kakak saya yang tidak bisa saya lupakan adalah saat dia dengan bangga mengatakan, “Semoga ini menjadi awal yang baik agar kelak anaknya menjadi dokter dan bapaknya menjadi doktor.” Semoga saja, aminn YRA!***
2 komentar:
Assalamu Alaikum pak Mohammad Hasyim, terima kasih atas sharing pengalamannya. Boleh saya minta nomor kontak yang bisa saya hubungi pak? ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan terkait program pasca UIN Jakarta.
Silakan bapak, mohon maaf baru dijawab. Pertanyaannya bisa diemail ke shaquilla.hasyim@gmail.com
Posting Komentar