2 Mei 2022

IDUL FITRI 1443 H

 



Selamat Idul Fitri 1443 Hijriyah!

Bukan berarti balas dendam, tetapi perayaan Idul Fitri tahun 1443 Hijriyah atau tahun 2022 Masehi ini memang benar-benar meriah dan menyenangkan. Ini berbeda jauh dengan peringatan Idul Fitri selama dua tahun terakhir yang ditandai dengan larangan mudik, larangan berkerumun serta pembatasan sosial lainnya akibat pandemi Covid-19 sehingga lebaran menjadi sepi dan menjemukan.

Lebaran kali ini seolah jadi penebus atas hilangnya kegembiraan dalam merayakan Idul Fitri selama dua tahun terakhir. Tengok saja betapa antusiasnya para pemudik untuk pulang kampung hingga mengakibatkan kemacetan yang begitu horror di jalur-jalur mudik seperti Tol Jakarta-Cikampek atau Tol Merak menuju penyeberangan Bakauheni Lampung, yang terjadi jauh hari sebelum Idul Fitri tiba. Luar biasa!

Dan antusiasme pemudik itu dapat dirasakan saat di group WA lingkungan tempat kami tinggal di Depok, banyak warga yang melapor kepada Ketua RT/RW bahwa mereka akan mudik. Antusiasme yang sama juga terekam di group-group WA yang saya ikuti karena banyak kawan yang mem-posting perjalanan menuju ke kampung halaman dengan versi masing-masing saat mensiasati kemacetan ataupun mencari jalur alternatif.

Saya pun harus melek informasi mengikuti mobilitas para pemudik ini karena akan berdampak pada perjalanan mudik kami ke kampung halaman istri di Cianjur. Memang kami tergolong pemudik jarak pendek, tetapi jikalau harus berjam-jam terjebak kemacetan di jalur Puncak—sebagaimana pengalaman pulang kampung kami sebelum-sebelumnya—tentu juga bukan pilihan yang baik untuk pulkam.

Setelah mencermati berbagai informasi mudik terkini baik melalui media online maupun aplikasi penunjuk arah, bahkan juga melalui aplikasi perjalanan terbaru dari Pemerintah Traveyor, kami mulai menyusun rencana mudik hingga menemukan waktu yang tepat, yakni dua hari sebelum (H-2) lebaran. Maka setelah santap sahur dan sholat subuh kami sekeluarga langsung meluncur ke Cianjur. Alhamdulillah lancar, meskipun agak tersendat menjelang Pasar Cisarua dan Pasar Cipanas.

Setelah sampai di kampung halaman, apalagi kalau bukan melepas rindu dan berbagi cerita dengan keluarga besar istri, tentunya juga sambil mempersiapkan makanan-makanan khas lebaran. Maka menjadi satu kenikmatan tersendiri saat bisa melihat dan ikut terlibat dalam proses mencari daun kelapa muda, menganyamnya hingga menjadi kantung ketupat serta menanaknya sampai matang dengan cara tradisional.

Demi citarasa yang alami dan juga efisiensi, kami menanak ketupat dengan menggunakan kayu bakar

Bukan cuma itu, di kampung halaman istri juga kami tidak perlu repot-repot belanja ke pasar untuk bisa mendapatkan ayam kampung sebagai bahan memasak opor ayam. Tinggal tangkap dan sembelih saja, jadi. Bahkan bumbu-bumbunya seperti kunir, daun bawang, dan sejenisnya pun tinggal dipetik saja di kebun. Duh, terasa sekali nikmatnya tinggal di desa.

Dan saat yang ditunggu oleh anak-anak tiba seusai buka puasa. Selain berbuka dengan meriah karena anak kami dapat berbuka sambil bersenda gurau bersama para sepupunya, aktivitas yang tidak pernah mereka lewatkan adalah bermain petasan. Dan petasan yang dinyalakan oleh para bocil ini bukan hasil membeli ke pasar atau warung, melainkan membuat sendiri dari bambu dan karbit. Namanya lodong. Memang seringkali mengejutkan dan mengganggu pendengaran kami, tapi demi kebahagiaan para bocil, kami orang tua memaklumi saja.

Sejumlah lodong dipersiapkan untuk memeriahkan malam takbiran

Apalagi pas malam takbiran, setelah Pemerintah RI melalui Menteri Agama mengumumkan bahwa 1 Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin 2 Mei 2022, sontak saja kegembiraan menggema dari sekawanan bocil ini. Selain mereka sudah tidak perlu lagi berpuasa, yang diakui mereka terkadang terasa menyiksa dan menjemukan, waktu yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang juga: bergembira merayakan malam takbiran.

Saya merasakan betul kegembiraan anak bontot kami saat bersama para sepupunya asyik takbiran di masjid, menyalakan lodong dan menyantap kudapan. Menjelang tengah malam kami sempat khawatir karena anak bontot kami tak kunjung pulang. Setelah dicek, ternyata dia masih asyik takbiran di masjid. Akhirnya saya mengalah dengan ikut mengawasi dia sambal takbiran di masjid.

Ikut takbiran di Masjid

Ternyata sampai jam 02.00 dinihari anak bontot kami ini tak juga ngantuk. Begitu juga para sepupunya. Saya, dengan mata yang tinggal 5 watt, terpaksa  harus menunggui anak bontot sampai dia akhirnya terlelap tidur selepas pukul 02.30 dinihari. Maka, mau tidak mau, saya pun hanya bisa terlelap barang beberapa jam saja karena harus bangun untuk sholat subuh dan persiapan sholat Idul Fitri. Sementara anak bontot bablas tidur sampai jam 08.00 pagi.

Seusai sholat Idul Fitri, anak-anak sudah bangun dan dengan penuh semangat menyantap ketupat dan opor ayam. Kami para orang tua ikut senang sampai tiba waktu pembagian uang. Anak bontot kami menang banyak karena selain mendapat hadiah dari saya berkat puasanya yang tuntas, juga dia mendapatkan uang dari neneknya serta saweran dari tante-tantenya.

Kami dan keluarga besar istri menikmati lebaran bersama

Tidak sampai di situ, dengan kegembiraan yang meluap-luap para bocil ini bisa jajan sesuka hatinya, lantas ikut beramai-ramai ziarah ke makam nenek dari istri, untuk kemudian berkumpul dengan keluarga besar sambil bersantap makanan dan bergembira bersama. Selanjutnya kami mempersiapkan perjalanan berziarah ke makam bapak di Cirebon dan makam ibu di Majalengka, serta bersilaturahmi dengan saudara-saudara kami di Bandung. Melelahkan, tetapi menyenangkan!

Selamat Idul Fitri 1443 H/2022 M, mohon maaf lahir dan bathin!***

Tidak ada komentar: