“Di Tempat Tidur Saja Rapet!”
Biasanya, aktivitas pagi diisi dengan kegiatan rutin TERNAK TERI alias nganTER aNAK dan nganTER Istri sebelum berangkat menuju kantor. Tapi, setelah wabah Covid-19 merebak pertengahan Maret 2020, anak diminta belajar dari rumah atau Study from Home (SfH) dan bapaknya juga Work from Home (WfH) alias bekerja dari rumah. Hanya ibunya saja yang masih tetap harus bekerja ke luar rumah karena tugasnya di rumah sakit.
Karena itu, aktivitas pagi hari kini hanya diisi dengan TERI alias nganTER Istri. Tidak ada lagi TERNAK alias nganTER aNAK. Dan tugas mengantar istri ini dilakukan dua kali sehari, yakni pada pagi hari untuk mengantar istri berangkat kerja dan sore harinya adalah menjemput istri pulang kerja.
Tidak ada perbedaan berarti selama mengantar-jemput istri pada masa penanggulangan Covid-19 ini, kecuali jalanan yang lebih lengang dibanding pada masa sebelum adanya wabah tersebut. Di luar itu, lebih banyak kecemasan dan ketakutan saja jikalau Covid-19 menjangkiti kami.
Tapi ada pemandangan baru setelah Pemerintah Kota Depok melalui Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan disetujui Kementerian Kesehatan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Aturan ini efektif berlaku di Kota Depok mulai 15 April 2020, setelah dua hari sebelumnya dilakukan sosialisasi kepada para pengguna jalan.
Aturan PSBB mewajibkan: pengendara sepeda motor hanya berkendaraan sendiri alias dilarang membonceng kecuali barang; pengemudi mobil sedan hanya bisa membawa 2 penumpang di kursi belakang; pengemudi mobil minibus hanya bisa membawa 3 penumpang yakni 2 di kursi tengah dan satu di kursi paling belakang; serta bus hanya diizinkan mengangkut separuh dari jumlah kursi penumpang.
Aturan ini berarti bahwa setiap pengemudi kendaraan roda empat hanya diizinkan seorang diri berada di belakang kemudi. Kursi samping kemudi harus dibiarkan kosong.
Tugas TERI pada Rabu pagi 15 April 2020 menjadi saksinya. Di ujung Jalan Margonda persis menjelang kampus Universitas Indonesia, lalu-lintas yang sedianya lengang mendadak tersendat. Rupanya ada titik kemacetan menjelang naik ke arah Jakarta/kampus UI, selain juga ada pengerucutan jalan (bottle neck) dari 3 lajur menjadi satu lajur.
Awalnya yang terpikir ada kecelakaan lalu-lintas atau jalanan rusak. Semakin dekat dengan titik penyebab kemacetan kian terlihat ada penerapan PSBB: “Check Point Pengawasan Pelaksanaan PSBB. Polda Metro Jaya.” Sejumlah aparat kepolisian, Dinas Perhubungan dan juga petugas Satpol PP berjejer di pinggir jalan sambil melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan yang lewat.
Sebuah mobil minibus di depan kami dicegat. Seorang petugas polisi meminta kaca mobil dibuka. Setelah berbincang sebentar petugas itu kemudian meminta kepada penumpang yang berada di sisi pengemudi untuk pindah ke kursi belakang. Adegan itu persis terlihat di depan mobil kami.
Sadar bahwa kami juga seperti itu karena istri duduk persis di sebelah saya, skenario dadakan pun keluar. Istri langsung lompat ke kursi belakang. Sejurus kemudian dia pura-pura duduk manis di kursi belakang seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dan, seperti diduga, pas melewati aparat pemeriksa yang berjejer di pinggir jalan, mobil kami lolos. Lega.
“Itu apa-apaan sih polisi itu? Emang perlu dijelaskan kalau kita suami-istri? Lha di mobil disuruh physical distancing tapi kan di tempat tidur kita rapet!” istri masih terus nyerocos di kursi belakang. Hadeeuuuhhh…
*Masih Stay at Home di GDC, 15 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar