Anggota Majelis Tinggi Nasdem Lestari Moerdijat:
“Peningkatan Suara Nasdem
Bukan Karena Jabatan Jaksa Agung”
Hasil Pemilu Legislatif 17 April 2019 boleh jadi menempatkan PDIP sebagai pemenang. Tapi, kalau mau jujur, partai yang melakukan lompatan tertinggi adalah Partai Nasdem. Berdasar hasil rekapitulasi KPU, partai besutan Surya Paloh ini meraup tambahan suara sebesar 4,2juta dari 8,4juta suara pada Pemilu 2014 menjadi 12,6juta pada Pemilu 2019. Ini adalah yang tertinggi dibanding PDIP (3,3juta suara), PKS (3juta suara), Gerindra (2,8juta), PKB (2,2juta) atau PAN yang juga mengalami peningkatan sebesar 91.000 suara.
Dari perolehan kursi di DPR RI, lompatan suara Nasdem bahkan tergambar jelas sekali. Jika hasil Pemilu 2014 hanya menghasilkan 35 kursi, maka hasil Pemilu 2019 Nasdem mampu memproduksi tambahan kursi menjadi 59 kursi atau menempatkan Nasdem sebagai juara keempat pemilu. Tentu, untuk ukuran partai baru yang berdiri 8 tahun lalu, capaian ini cukup mengharu-biru.
Namun di balik keberhasilan Nasdem mendulung suara tambahan yang menjulang itu, terselip tudingan bahwa Nasdem memanfaatkan kadernya yang menjabat Jaksa Agung Periode 2014-2019, yakni Prasetyo, untuk “memainkan” kepala daerah-kepala daerah yang bermasalah dengan hukum. Artinya kasus-kasus hukum mereka akan “diamankan” dengan kompensasi harus membesarkan Nasdem di daerahnya. Benarkah begitu?
Simak penuturan Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem, yang juga Wakil Ketua MPR RI, sekaligus orang setia yang telah mendampingi pendiri Nasdem Surya Paloh selama hampir 30 tahun, yakni Lestari Moerdijat, SS., MM. Dia adalah “chef utama” Nasdem, yang menyiapkan bahan belanjaan, memasak dan meraciknya menjadi makanan, sekaligus menghidangkan ide serta gagasan Surya Paloh menjadi menu politik nasional. Berikut petikannya kepada tim Redaksi Suara PemRed:
Kabarnya Nasdem berhasil mendulang suara besar karena memanfaatkan jabatan Jaksa Agung?
Sebenarnya ini merupakan isu yang selama 5 tahun terus-menerus disuarakan. Begini, pak Pras (Jaksa Agung Prasetyo-Red) memang kader Nasdem yang sudah purnatugas sebagai Jaksa Agung Muda dan terpilih (jadi Anggota DPR RI) dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah II yang sekarang menjadi Dapil saya. Pada hari ketiga beliau ditunjuk oleh Presiden Jokowi (tahun 2014), hari itu juga beliau tidak minta mundur tetapi diberhentikan dengan hormat dari partai. Pak Surya (Paloh) yang memberhentikannya. Pak Pras sendiri kaget, diberhentikan, lho salah saya apa. Tapi kata Pak Surya, ini diberhentikannya dengan hormat lho mas. Pak Surya langsung memberhentikan. Pak Pras sempat berargumentasi, pak (Baharudin) Lopa, Marzuki Darusman dan banyak Jaksa Agung (lainnya) yang berafiliasi ke partai politik karena Jaksa Agung itu jabatan politik. Tapi kata pak Surya, enggak. Kita mau melihat bahwa ini adalah satu institusi yang harus dipimpin secara profesional. Jadi tidak mundur, tapi pak Pras diberhentikan secara hormat.
Tapi opini yang berkembang menuding Nasdem membajak kepala daerah-kepala daerah bermasalah untuk menjadi ketua nasdem di daerahnya?
Mana buktinya? Saya itu sudah beberapa kali ditanya wartawan, tapi saya juga balik bertanya di mana (daerahnya) dan siapa (orangnya)?
Cianjur misalnya? Itu kepala daerahnya kan disebut-sebut bermasalah hukum tetapi dijadikan ketua Nasdem?
Lha pak Tjetjep (mantan Bupati Cianjur Tjetjep Muchtar Soleh) kan anggota Dewan (DPR RI-Red) sekarang, jadi anggota legislatif. Kalau dia ditekan dan ketakutan, kan pasti dia tidak mau membesarkan Nasdem. Beda lho. Pak Tjetjep itu sudah pensiun jadi kepala daerah dan dia menemukan partai yang cocok sekarang. Pertanyannya, kalau ini karena tekanan orang pasti tidak akan nyaman berada di rumah ini. Nah ini ditekan kok mereka nyaman saja di Nasdem? Pertanyaan ini saya balikkan kepada Anda, jika seseorang yang ditekan dan meminta perlindungan, tapi kemudian merasa nyaman, gak ada masalah, bagaimana? (Memang) anaknya kebetulan masuk oleh KPK, tapi pak Tjetjep-nya gak pernah ada problem dan beliau membesarkan Nasdem di sana.
Apakah sekarang mantan Jaksa Agung Prasetyo balik lagi ke Nasdem?
Beliau sudah pensiun, beliau sendiri sekarang ini fokus pada urusan keluarga. Tetapi dalam jajaran struktural beliau secara pribadi sudah menyatakan ingin kembali bergiat di partai tetapi tentu tidak bergerak di dalam struktur organisasi yang di (pengurus) harian. Tempat sangat terbuka buat beliau.
Kemudian waktu Jokowi mengumumkan Kabinet Indonesia Maju dan kursi Jaksa Agung tidak memberikan kepada Nasdem, kabarnya Surya Paloh marah?
Saya berkali-kali diwawancara sampai harus menjawab begini, kesepakatan untuk tidak memberikan jabatan Jaksa Agung kepada kader partai politik adalah kesepakatan yang digagas bersama, dan pak Surya menghormati dan menghargai itu. Pak Surya juga meminta pak Jokowi untuk memilih Jaksa Agung bukan dari kader partai, kalaupun mau kader (partai) tetapi harus pensiun seperti pak Pras. Tapi memang rumors itu macam-macam ya. Dan Nasdem sejak awal mendukung Jokowi tanpa syarat. Jadi saat ini kami diberikan kepercayaan mendapat 3 menteri dan itu sebuah penghargaan dari pak Jokowi dan pak Surya sudah mengatakan itu kehormatan buat Nasdem.
Anda adalah orang terdekat Surya Paloh, bagaimana Anda melihat perjalanan Nasdem sekarang?
Alhamdulillah dari hasil Pemilu 2019 secara nasional, Nasdem mendapatkan peningakatan tertinggi dari basis yang sama. Tapi ini kan partai baru jadi banyak permasalahannya. Kalau mau membandingkan Nasdem dengan partai-partai yang established sebelumya, ini karena cara memimpin pak Surya dan kami semua menggunakan pola korporasi di Nasdem. Orang-orang yang bekerja secara politik dan orang-orang yang melakukan manajemen (di Nasdem) itu ada. Seperti saya terlibat dalam partai untuk melakukan manajemen. Bagaimana kemudian kami mengatur organisasi dari pusat sampai ke daerah betul-betul mengadopsi cara kerja korporasi. Jadi di Nasdem sendiri sampai kami punya SOP (standard operational procedure), betul-betul SOP, ya selayaknya satu perusahaan. Tetapi kerja-kerja politiknya juga diberi tempat. Bagusnya harmorisasi terjadi.
Selama ini Surya Paloh cukup cerdas dalam menggunakan isu-isu besar untuk positioning politiknya, bagaimana menurut Anda?
Iya, saya sudah lama mengikuti beliau, sejak 1992 saya bergabung sebagai staf beliau. Pertama kali bergabung di (Koran) Media Indonesia, jadi saya sudah hampir 30 tahun bersama beliau hahaha.. Beliau itu selalu berpikir jauh, lompatannya itu bisa 3-4 kali dari yang kita bayangkan. Termasuk bagaimana beliau melakukan inovasi media menjadi satu-satunya koran pertama yang memiliki halaman berwarna. Koran pertama yang memiliki suplemen pemberitaan bukan hanya iklan tetapi industri diberi tempat dalam suplemen. Itu zaman dulu sebelum orang berpikir tentang advertorial. Terus teve berita pertama MetroTV juga ide beliau. Jadi saya sudah terbiasa mengikuti. Sama seperti ketika kemudian dia mendirikan partai, sebetulnya banyak gagasan-gagasan besar yang merupakan pikiran-pikiran besar beliau. Dan saya rasa percepatan pertumbuhan Nasdem juga karena di bawah kepemimpinan beliau yang mampu mengikuti perkembangan zaman, dan pola manajemennya betul-betul ada dan tata organisasi juga diimplementasikan selayaknya korporasi.
Dalam memilih calon pemimpin, seperti Pak Surya ini selalu lebih maju?
Nasdem sadar bahwa perjalanan waktu dan sejarah serta kondisi dan realita sekarang sudah berbeda. Proses mencari pemimpin juga sudah berbeda. Dulu ada yang namanya konvensi di Golkar, itu idenya pak Surya lho. Beliau meminta (kader Golkar) Rizal Mallarangeng belajar ke Amerika khusus untuk membuat konvensi Partai Golkar. Kalau enggak ada itu, saya yakin Golkar terpuruk. Tapi ide itulah yang kemudian diselaraskan dengan pikiran murni Pak Surya bahwa waktu itu, itulah cara terbaik untuk bisa menemukan calon pemimpin ke depan. Dan konvensi yang digagas beliau itu tidak tertutup atau hanya untuk kader saja, yang bukan kaderpun diberi kesempatan. Sama seperti dukungan yang kami berikan kepada Pak Jokowi yang merupakan kader PDIP, ini kita berikan (dukungan) meskipun mereka tetap dengan partainya.
Bagaimana Anda melihat soal konvensi ini?
Memang agak berbeda juga karena Nasdem ini partai baru. Kalau partai lama kan keanggotaan lebih karena hubungan historis atau ada hubungan emosional. Jadi apapun yang terjadi, saya tetap memilih partai tersebut. Tapi kalau di Nasdem kan agak berbeda karena ini partai baru. Hubungannya lebih karena rasionalitas, karena kedekatan ideologis mereka dengan ideologi Nasdem sendiri. Jadi ya sama saja ketika terjadi hal kontroversial, maka mereka bisa pergi. Tapi ini tantangan buat kami semua untuk bisa menyampaikan apa yang sesungguhnya menjadi bukan hanya filosofi tapi soul-nya Nasdem.
Kelebihan partai baru itu kan penyakitnya belum banyak?
Tapi tantangannya banyak. Kita sulit membuat restriksi secara langsung, misalnya kamu gak boleh berbuat begitu dan lain-lain. Ada beberapa restriksi ketika Pileg lalu kami secara tegas meminta mereka yang pernah memiliki kasus hukum sudah kami buatkan catatan kepada mereka untuk tidak maju. Mereka menolak. Hal-hal seperti itu ada, tetapi ya inilah yang memang menjadi tantangan bagaimana bisa mengenalkan nilai-nilai dari partai ini.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar