Kinerja DPR
Masih Mengecewakan
Pada Kamis (30/9) lalu, anggota DPR
Periode 2009-2014 genap berusia setahun, persisnya sejak dilantik 1 Oktober
2009. Sayangnya, selama setahun terakhir ini kinerja mereka tidak lebih
menggembirakan dibanding periode sebelumnya. Bahkan justru lebih mengecewakan dibanding
periode sebelumnya.
Dalam persoalan kehadiran saja, jika
anggota DPR periode sebelumnya banyak absen setelah memasuki tahun keempat dan
kelima masa bakti mereka alias mulai sibuk berkampanye agar terpilih untuk
periode berikutnya, anggota DPR periode sekarang justru sudah banyak berbolos
pada tahun pertama.
Itu bisa dibuktikan dari tingkat
kehadiran anggota DPR sekarang yang bisa dikatakan sangat memalukan. Jangankan
rapat-rapat komisi atau badan, rapat paripurna saja banyak yang bolos. Bahkan
hampir setiap kali rapat paripurna selalu diskors alias molor lantaran
banyaknya anggota yang tidak datang dan tidak tercapai kuorum.
Koordinator
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang meyakini
bahwa anggota DPR periode saat ini lebih malas dari anggota DPR periode
sebelumnya. Dia menilai hal ini
berbahaya bagi perkembangan demokrasi di tanah air.
Ditanya
soal kinerja DPR periode sekarang, Salang menilai sama buruknya dengan periode
sebelumnya. Itu karena fungsi-fungsi Dewan tidak dijalankan dengan baik, mulai
dari fungsi pengawasan, anggaran terlebih legislasi.
Menurut Salang, fungsi pengawasan
DPR seperti dalam mengungkap skandal Century ternyata hanya berujung pada
rekomendasi. Dewan tidak bisa mendesak pihak-pihak terkait untuk
bertanggungjawab atas raibnya uang milik rakyat senilai Rp 6,7 triliun
tersebut.
Dalam fungsi anggaran, anggota DPR
saat ini juga malah sibuk menghabiskan dana APBN, baik dengan cara melakukan
studi banding ke luar negeri ataupun membangun gedung baru yang menghabiskan
dana sekitar Rp 1,6 triliun.
Dia bahkan menilai sikap kritis DPR terhadap pemerintah dalam hal anggaran,
lebih untuk menaikkan posisi tawar dan bukan untuk memperjuangkan kepentingan
publik. Dia lantas menunjuk permintaan DPR soal alokasi dana aspirasi,
pembangunan gedung DPR dan pelesiran ke luar negeri.
Menurut Salang, DPR belum mampu mengejawantahkan hasil kunjungan kerja
atau aspirasi masyarakat untuk dimasukkan ke dalam APBN. Dia mencontohkan,
dalam APBN/APBN-P 2010, sebesar Rp 781,5 triliun atau sekitar 69,33 persen
dialokasikan untuk belanja pusat.
Angka ini, kata dia, jauh lebih
besar dibanding belanja daerah yang hanya Rp 344,6 triliun (30,61 persen).
"Padahal pembangunan itu seharusnya di daerah dan membutuhkan anggaran
yang lebih besar. Tapi DPR belum mampu memperjuangkannya. Ini tidak sejalan
dengan apa yang selalu dibicarakan DPR soal anggaran prorakyat," ujarnya.
Biaya untuk DPR sendiri pada APBN-P
2010 ini mendapatkan alokasi sebesar Rp 1,22 triliun. Dari jumlah ini, biaya
kunjungan kerja pimpinan dan anggota ke luar negeri naik Rp 46,4 persen dari
APBN 2009 yaitu Rp 162,994 miliar. "Jika dibagi rata 560 anggota DPR, maka
setiap anggota mendapatkan 290,97 juta pertahun," kata Salang.
Sementara, untuk alokasi Prolegnas
Rp 173,4 miliar. Ironisnya, 42,4 persen atau Rp 73,521 miliar dipergunakan
untuk studi banding. "Ini tidak sebanding dengan produk atau prestasi yang
dihasilkan DPR," katanya.
Sama halnya dengan pelaksanaan
fungsi legislasi, dari 70 RUU yang masuk dalam RUU Prioritas yang seharusnya
selesai dibahas pada 2010, ternyata belum sampai 10 RUU yang selesai dibahas.
Peneliti Formappi Yulistinus menambahkan, dari 8 RUU yang diselesaikan,
hanya 6 RUU yang direkomendasikan sebagai UU oleh DPR. "Dua RUU lainnya hanya
persetujuan, bukan direkomendasikan menjadi UU," katanya.
Dengan kinerja seperti itu, apa yang telah dilakukan DPR dinilai jauh
dari target Prolegnas. Sebanyak 21 RUU masih dalam proses pembahasan.
Selebihnya, terdapat 24 RUU inisiatif DPR yang belum disiapkan naskah akademik
dan drafnya. Sementara 26 RUU usulan pemerintah belum disampaikan ke DPR.
Jika dibandingkan dengan produk legislasi DPR periode sebelumnya, yang
berhasil menyelesaikan 14 RUU pada kurun waktu yang sama, kinerja legislasi DPR
periode sekarang lebih rendah. "Pimpinan DPR perlu tegas mengingatkan
setiap komisi atau pansus untuk segera menyelesaikan agenda-agenda pembahasan
RUU," katanya.
“Menurut data kami, kinerja DPR
periode yang lalu adalah buruk, tetapi yang sekarang malah lebih buruk,”
ujarnya seraya mengajak semua komponen masyarakat untuk tetap mengawasi kinerja
anggota DPR.
Padahal, dia menambahkan, anggaran
untuk pembuatan RUU setidaknya Rp 5,8 miliar per satu undang-undang.
"Dengan anggaran sebesar itu, saya rasa tidak ada alasan untuk tidak bisa
menyelesaikan RUU," katanya.
Senada dengan DPR, Sebastian Salang
juga menilai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sama borosnya dalam
menguras APBN. Dia menunjuk kunjungan enam anggota DPD ke Inggris, yang
dinilainya sebagai menghambur-hamburkan uang negara.
Padahal, kata Salang, masyarakat
menaruh harapan yang besar kepada anggota senat di DPD untuk menjadi legislator
yang baik. “Kalau sekarang kan berarti sama bahwa DPD dan DPR sama-sama
bermental tukang jalan-jalan. Mereka tidak peduli lagi dengan krisis yang ada
sekarang,” katanya.
Dengan kondisi seperti ini, tambah
Sebastian, kedua lembaga parlemen ini menjadi sangat memprihatinkan. “Kita
sulit berharap banyak dari DPR dan DPD untuk mendorong pemerintah agar
menggunakan anggaran secara efisien dan efektif, karena perilaku mereka tidak
mencerminkan itu,” tuturnya.
Dia bahkan mengkhawatirkan adanya
perselingkuhan atau persekongkolan antara eksekutif dan legislatif, baik DPD
dan DPR, untuk ramai-ramai menghamburkan uang negara. “Jika itu terjadi maka
rakyat tidak akan semakin sengsara,” katanya.
Bukan
hanya soal studi banding, tingkat kehadiran anggota DPD juga memalukan. Menurut
data Formappi, pada sidang paripurna DPD ke-19, Agustus lalu, dari 132 anggota
DPD yang hadir tidak lebih dari 70 anggota atau hanya sekitar 55 persen. Data
ini mengkonfirmasi kemalasan para senator. “Ini menunjukkan bahwa DPD sama
dengan DPR, yakni sama-sama buruk dalam tingkat disiplin anggotanya,"
katanya.
Koreksi
Menanggapi
hasil evaluasi Formappi tersebut, pimpinan DPR agaknya juga hanya bisa mengakui
dan berusaha melakukan koreksi ke dalam. Wakil Ketua DPR RI
Anis Matta misalnya, mengakui bahwa target untuk mengesahkan 70 RUU Prioritas
pada 2010 tak akan tercapai.
“Kami pimpinan DPR
akan menjadwalkan ulang pada program legislatif nasional 2011. Sebenarnya dari
70 itu 34 itu kan inisiatif pemerintah, tapi sampai sekarang pemerintah sendiri
belum satupun yang masuk DPR. Seharusnya pemerintah membuat usulan prioritas
sendiri," katanya.
Terkait dengan
seringnya kunjungan keluar negeri dengan dalih studi banding, Anis mengemukakan
bahwa pimpinan DPR juga berencana membatalkan kunjungan kerja ke daerah atau ke
luar negeri yang dilaksanakan tiga bulan sekali. "Saya pikir itu tidak
perlu," katanya.
Senada dengan itu, Wakil
Ketua DPR Pramono Anung juga mengakui bahwa hasil evaluasi Formappi yang
mengatakan kinerja parlemen dalam setahun ini buruk, terutama di bidang
legislasi, sulit untuk disangkal.
“Saya turut merasakan apa
yang dirasakan masyarakat terkait kinerja DPR. Karena itu, evaluasi tersebut
menjadi bahan masukan bagi kami untuk memperbaiki kinerja ke depan,” katanya.
Namun, soal fungsi anggaran
dan pengawasan, dia menilai sudah lebih baik dibanding periode-periode
sebelumnya. Kalau dulu, katanya, DPR hanya benar-benar menjadi alat stempel
pemerintah. “Tapi sekarang DPR sudah sangat greget dan berani menolak
kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Taufik
Kurniawan juga mengatakan, terlepas dari kinerja dewan yang jauh dari
pencapaian target selama setahun ini, ada perbaikan paradigma dan sistem yang
dilakukan dewan.
“Kami sedang mengubah
paradigma dan menata sistem untuk reformasi parlemen. Semuanya masih belum
terlihat hasilnya, tapi setidaknya ada cukup bukti bahwa DPR yang sekarang
responsif dan memperhatikan masukan dari masyarakat,” katanya.
Salah satu bukti, lanjut dia,
pimpinan DPR telah memutuskan untuk menunda pembangunan gedung baru dan
mengembalikan anggaran sebesar Rp 250 miliar yang telah dialokasikan dalam APBN
2010 ke kas negara. Hal itu, dilakukan DPR dengan memperhatikan berbagai
masukan bahkan protes dari masyarakat terkait anggaran pembangunan yang
tergolong mahal.
Dia mengakui, fungsi
legislasi DPR memang jauh dari target, namun hal itu sepenuhnya bukan menjadi
tanggung-jawab DPR saja. Ada beberapa kendala yang dihadapi, terutama untuk RUU
yang diusulkan pemerintah, seperti naskah akademik yang belum lengkap,
keterbatasan waktu untuk pembahasan draf RUU antara komisi-komisi dan mitra
kerja, bahkan ada RUU yang belum diserahkan drafnya ke DPR. (Hasyim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar